Selasa, 20 Maret 2012

Ketupat

Sejarah Ketupat
Ketupat,  kuliner khas saat Idul Fitri dan Idul Adha, adalah jenis masakan khas bangsa Indonesia. Jenis masakan  terbuat dari beras yang dibungkus anyaman daun muda kelapa ini pertama kali muncul di tanah Jawa. Kemunculannya tidak lepas dari masuknya agama Islam di tanah Jawa. Ketupat, dalam bahasa Jawa disebut Kupat yang merupakan akronim dari “ Ngaku Lepat”  yang berarti mengakui kesalahan/dosa/kekilafan. Karena itulah masakan ini menjadi masakan khas saat idul Fitri.
Adalah Sunan Kalijaga yang memperkenalkan Ketupat pertama kali.  Dimana Tanah Jawa merupakan daerah yang “sulit di-Islamkan”, karena pada saat itu masyarakat Jawa mempunyai system kepercayaan sendiri yaitu Dinamisme dan Animisme, ato biasa disebut Kejawen. Sehingga para Wali menggunakan strategi khusus dengan cara lewat budaya.
Sunan Kalijaga melalui Ketupat mengingatkan pada Rukun Islam ketelu/ketiga karo papat/keempat (kupat). Ini merujuk tentang Puasa Ramadhan dan Zakat fitrah setelahnya sebagai “penyempurna”.
Pada saat ini ketupat dihidangkan di hari H Lebaran dengan ditemani Opor Ayam. Beberapa daerah di saat Idul Adha, ketupat juga dihidangkan. Di daerahku, terutama Jawa yang masih ingat “ajakan” Sunan Kalijaga, ketupat baru dihidangkan  tujuh hari setelah hari H. Kenapa ? karena Sunan Kalijaga “membagi” lebaran menjadi dua. Hari H (Lebaran 1 Syawal)  adalah Ba’da Syawal dimana merupakan perayaan setelah Puasa Ramadhan , sedangkan Ba’da Kupat adalah perayaan setelah puasa Syawal.

Makna Ketupat
Begitu dalam makna dari Ketupat. Penggunaan daun muda kelapa bermakna penolak bala. Daun Muda Kelapa yang dalam bahasa Jawa disebut Janur merupakan  akronim dari  Jannah Nur ( Cahaya Surga ). Janur juga akronim dari Jasad dan Nur (ruh-nya Jasad) – satu kesatuan dari manusia itu sendiri. Warna kuning juga bermakna segala sesuatu yang ditekuni akan menghasilkan hasil yang optimal.
Bentuk segi empat sama sisi menggambarkan prinsip “kiblat papat, lima pancer” ( 4 arah, 1 pusat), yang bermakna kemanapun manusia menuju pasti akan selalu kembali kepada Allah SWT. Bentuk ini juga  melambangkan empat macam nafsu dasar manusia yaitu amarah (emosional), lawamah (nafsu untuk memuaskan rasa lapar), sufiah (nafsu untuk memiliki yang indah-indah) dan muthmainah (nafsu untuk memaksa diri). Keempat nafsu tersebut, selama puasa dikendalikan. Jadi dengan memakan ketupat seseorang dianggap sudah mampu mengendalikan keempat nafsu tersebut.
Bentuk anyaman ketupat juga memiliki makna. Anyaman dua daun yang rumit dan membentuk geometri sama sisi yang tidak membetuk sudut 900 namun juga membentuk topologi tiga dimensi. Kerumitan ini menggambarkan berbagai macam kesalahan manusia. Sedangkan warna putih beras/nasi didalamnya mempunyai makna kesucian setelah sebulan berpuasa dan memohon ampun atas kesalahan yang telah diperbuat. Beras sebagai isi dari ketupat mempunyai makna kemakmuran setelah hari raya.
Selain akronim dari “Ngaku Lepat”, Kupat dalam bahasa Jawa juga merupakan akronim dari “Laku Papat “ (empat tindakan). Penyajian hindangan ketupat pada tanggal satu syawal mengandung pesan agar seseorang melakukan empat  tindakan, yaitu: lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai yang berarti satu syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa Ramadhan dimana diharamkan berpuasa pada hari-H.
Luberan, berarti melimpah, ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah sehingga tumpah ke bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sadaqoh dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam tradisi Islam, yaitu memberikan sadaqoh atau zakat fitrah pada satu syawal.
Leburan, berarti melebur kesalahan yaitu dengan cara saling bermaafan. Dalam budaya Jawa pelaksanaan Leburan dalam satu syawal nampak pada ucapan dari seseorang yang lebih rendah status sosialnya kepada seseorang yang lebih tinggi status sosialnya atau dari anak kepada orang tua, yaitu ucapan “Mugi segeda lebur ing dinten menika”. Maksudnya bahwa semua kesalahan dapat lepas dan dimaafkan pada hari tersebut.
Laburan. Berarti memutihkan. Dari kata Labur (kapur) yang merupakan bahan untuk memutihkan dinding. Laburan mempunyai pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) diharapkan untuk tetap menjaga sikap dan tindak yang baik, setelah Lebaran.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Free Automatic Google Backlinks - SEO
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net

ComScore
make-money-468x60