Senin, 02 Januari 2012
Makna Sluku-sluku Bathok
Makna Yang Terkandung Dari Syair Lagu "SLUKU-SLUKU BATHOK"
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Sala
Oleh-olehe payung motha
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleka dhuwit.
Begitulah bunyi atau syair yang terdapat lagu "SLUKU-SLUKU BATHOK" kalo di lihat dari syairnya secara kata per kata hanya sekedar guyonan atau cuma kata-kata yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari, akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya terdapat suatu ajaran yang sangat dalam sebagai petunjuk bagi kita semua untuk selalu ingat kepada yang Maha Kuasa (Allah SWT). Berikut ini artikel tentang makna yang terkandung di dalam lagu Sluku-Sluku Bathok di alamat : http://edisi17.blogspot.com/2008/08/sluku-sluku-bathok.html seperti berikut ini:
“SLUKU-SLUKU BATHOK”
Hidup bermasyarakat dapat diibaratkan dengan lalulintas, dimana masing—masing pribadi berkeinginan sampai ke tujuan dengan cepat dan selamat. Karena itu demi keselamatan perjalanan diperlukan adanya peraturan lalulintas atau rambu-rambu lalulintas.
Dalam rangka peraturan lalulintas kehidupan, Allah menetapkan peraturan-peratuan karena Allah lah yang paling mengenal manusia, sekaligus Allah tidak memiliki kepentingan atau pamrih. Karena itu, agama diterjemahkan antara lain, sebagai “peraturan-peraturan Ilahi yang mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat”.
Setiap orang yang beriman harus menyadari betapa pentingnya rambu-rambu kehidupan dan betapa agama mengantar manusia menelusuri jalan dengan aman dan selamat hingga sampai ke tujuan. Melewati jalur “Shirathal Mustaqim” ada-ada saja hambatan dan kesulitan yang dihadapi setiap manusia. Namun, setelah berjalan beberapa saat pasti yang ditemui dan dirasakan adalah kemudahan dan kenyamanan.
Itulah sebabnya Rasul silih berganti diutus-Nya, dan Rasul terakhir diberi mandat oleh-Nya yang bersifat global agar perincian peraturan dapat ditetapkan oleh manusia, sekaligus sejalan dengan petunjuk global tersebut. Petunjuk pelaksanaan disertai petunjuk teknis.
Para mubaligh tempo dulu era para wali sangat populer metode dakwah yang diterapkan melalui media kultural, seni dan budaya dapat dijadikan sebagai referensi bagi para pemerthati masalah-masalah agama, sosial dan budaya. Salah satu contoh adalah tembang atau kekidungan sebagai berikut :
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Sala
Oleh-olehe payung motha
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleka dhuwit
Sluku-sluku bathok, Bathoke ela-elo: berasal dari Bahasa Arab: Ghuslu-ghuslu bathnaka, artinya mandikanlah batinmu. Membersihkan batin dulu sebelum membersihkan badan atau raga. Sebab lebih mudah membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa. Dalam lagu Indonesia Raya juga mendahulukan jiwa lebih dulu : Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Bathoke ela-elo : batine La Ilaha Illallah : maksudnya hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah, diwaktu senang apalagi susah, dikala menerima nikmat maupun musibah, sebab setiap persitiwa yang dialami manusia, pasti mengandung hikmah.
Si Rama menyang Solo: Mandilah, bersucilah, kemudian kerjakanlah shalat. Allah menciptakan Jin dan manusia tidak lain adalah agar supaya menyembah, menghambakan diri kepada-Nya. Menyadari betapa besarnya anugerah dan jasa yang telah diperoleh manusia dan betapa bijaksana Allah dalam segala ketetapan dan pekerjaan-Nya. Kesadaran ini dapat mendorong seorang hamba untuk beribadah kepada Allah sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah diterima. Manusia sendirilah yang akan memperoleh manfaat ibadah yang dilakukannya.
Oleh-oleh payung motha: Lailaha Illalah hayyun mauta : dzikir pada Allah mumpung masih hidup, bertaubat sebelum datangnya maut. Manusia hidup di alam dunia tidak sekedar memburu kepentingan duniawi saja, tetapi harus seimbang dengan urusan-urusan ukhrowi. Kesadaran akan hidup yang kekal di akhirat, menumbuhkan semangat untuk mencari bekal yang diperlukan.
Mak jentit lolo lobah wong mati ora obah, nek obah medeni bocah, nek urip golekka dhuwit: Kalau sudah sampai saatnya, mati itu sak jenthitan selesai, habis itu tidak bergerak. Walau ketika hidup sebagai raja diraja, sugih banda-bandhu, mukti wibawa, ketika mati tidak ada yang dibawa. Ketika masih hidup supaya berkarya, giat berusaha.
Demikian, kilas balik rekaman masa kanak-kanak ketika ngaji di surau. Jethungan, gebak sodor, jamuran dan model-model permainan lainya, penuh simbol menuju kesadaran beragama. Dengan sarana-prasarana serta serta fasilitas yang murah-meriah, pesan-pesan moral dapat terserap di hati masyarakat.
Dakwah keagamaan dalam perkembangannya telah mengalami berbagai perubahan bentuk cara dan penekanan. Dahulu pemaparan ajaran agama dititik beratkan pada usaha mengaitkan ajaran-ajarannya dengan alam metafisika, sehingga surga, neraka, nilai pahala dan beratnya siksaan mewarnai hampir setiap ajakan keagamaan.
Dalam zaman perkembangan IPTEK sekarang ini aktivitas keagamaan pada umumnya dimaknai oleh usaha menghubungkan antara ajaran agama dan pembangunan masyarakat. Ajaran agama diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam pembangunan dalam arti luas sambil membentengi penganut-penganutnya dari segala macam dampak negatif yang mungkin terjadi akibat kemajuan IPTEK, akibat pembangunan.
Tembang sluku-sluku bathok sekedar contoh bagaimana para mubaligh tempo dulu menyampaikan pesan-pesan ajaran agama yang dikemas sedemikian rupa sehingga terkesan di hati. Rupanya, kita masih harus banyak belajar memilih dan memilah materi dakwah. Kalau tidak, mungkin diam lebih bermanfaat daripada bicara.
Mudah-mudahan kita semua bisa menerapkan dan mengamalkan makna dari syair di dalam lagu "SLUKU-SLUKU BATHOK". Bukan hanya untuk sekedar lagu dolanan, akan tetapi merupakan keadaan yang harus dilakukan setiap manusia di bumi agar selalu dekat dengan Sang Maha Pencipta (Allah SWT).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
bagus nih blog,,pasti laris.
Posting Komentar